PENDIRI PONDOK HIDAYATULLAH ALFATTAH JAYA NIHIM
Kyai Sikri Ghozali
karang Rau, 25 maret 2010, di desa yang terpencil tepatmya di desa Karang Rau RT.04/RW.03, Kec. Kemranjen, Kabupaten Banyumas, terdapat sebuah pondok kecil yang diberi nama “HIDAYATULLAH ALFATTAH JAYANIHIM”. Pondok tersebut dibangun sejak tahun 2004, oleh seorang laki-laki yang bernama Bpk. Kyai Sikri Ghozali yang lahir di Banyumas pada tanggal 30 Maret 1972, laki-laki ini mempunyai seorang istri yang bernama Ibu Salimah. Sepasang suami istri ini telah dikaruniai empat orang anak yang bernama :
1. Khoerorun Hafi’ah
2. Muhammad Mafrul Jamil
3. Adip Maulana
4. Nida Marfatul Maula
Kalau dilihat dari tingkah laku ke empat anaknya terlihat alim, sopan, dan ramah tamah. Mungkin tingkah laku yang dilakukan oleh keempat anaknya menggambarkan sikap dan kepribadian kedua orang tuanya, “Ujar sang pewawancara”.
Kyai yang membangun pondok “Hidayatullah Al Fattah Jayanihim” dengan biaya kurang lebih dua juta ini mempunyai pekerjaan sehari-harinya yaitu mengurus pondok dan memberi ilmu kepada santriwan santriwatinya, selain itu ia juga mempumyai perkerjaan sampingan sebgai wiraswasta. Laki-laki lulusan MA NU 18 di Kendal Semarang ini, sewaktu kecil mempunyai cita-cita menjadi seseorang yang berguna selain itu ia juga mempunyai keingingan untuk meng-islamkan masyarakat dan memasyarakatkan islam,“Harapnya.”
Meskipun cita-cita dan keinginannya belum tercapai namun kyai ini tetap berjuang dan pantang menyerah dalam menggapai cita-cita dan keinginannya tersebut.
Usaha untuk mengislamkan masyarakat dan memasyarakatkan islam yaitu dengan cara :
1. Mengelola pondok
2. Membangun tempat ibadah yang layak
3. Mengajarkan ilmu kepada santriwan dan santriwatinya yang berguna bagi mereka
maupun orang lain,”Ucap suami dari Bu Salimah ini.”
Untuk mewujudkan keinginannya tsb, beliau membangun sebuah pondok yang pertama kali dibangun hanya dengan bambu yang begitu sederhana, namun sangat bermanfaat untuk semua orang. Pertama kali pondok ini dibuka, santri yang tinggal di pondok tersebut berjumlah 30 santri akan tetapi sekarang berkurang hanya menjadi 20 santriwan santriwati, mungkin semua itu di karenakan manusia-manusia zaman sekarang banyak yang terpengaruh oleh budaya asing yang bertentangan dengan ajaran islam.
Meskipun ayah dari Nida Marfatul Maula ini tidak begitu tahu tentang MAN Sumpiuh akan tetapi dia memberikan beberapa saran atau masukan untuk kemajuan MAN Sumpiuh diantaranya :
1. Pemimpinnya harus memberikan contoh yang baik
2. Pergaulan harus dijaga agar tidak menyimpang dari ajaran islam
3. Ilmu agamanya harus lebih unggul daripada sekolah yang lain
4. Dan lebih baik lagi jika semua anak MAN Sumpiuh dapat berbahasa Arab dengan lancar.
3. Ilmu agamanya harus lebih unggul daripada sekolah yang lain
4. Dan lebih baik lagi jika semua anak MAN Sumpiuh dapat berbahasa Arab dengan lancar.
By : Agustina, eka, Nikita, Amelia, Nurul hidayah X_4