OBROLAN ATAU BEGADANG SETELAH SHALAT ‘ISYA’ bY : Jamiasih X-5
Dari Abu Hurairah-radhiyallahu ‘anhu-: “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasalam- membenci tidur sebelum ‘isya’ dan berbicara setelahnya.”
Maka berbicara setelah shalat ‘isya’ itu dibenci, jika bukan untuk perkara yang dituntut. Sedangkan hikmah darinya;
Pertama: Agar tidak menjadi sebab meninggalkan shalat malam.
Ibnu Khuzaimah berkata :”Menurut pendapatku, bahwa sesungguhnya beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak menyukai obrolan / begadang karena akan melemahkan semangat melakukan shalat malam. Sebab jika di awal malam itu sibuk mengobrol, maka tidurnya akan memeratkan baginya untuk bangun diakhir malam. Dan akhirnya dia tidak dapat bangun. Jika dia bangun, maka tudak memiliki semsngat untuk menegakan shalat malam.”
Kedua: takut terlelep obrolan, kemudian terlelap dalam tidur. Sehingga terlewatkan waktu subuh atau tidak mendapatkan jama’ah di masjid. Kedua hal itu merupakan suatu bahaya yang besar. Karena perbuatan itu bagian dari perangaianya kaum munafik. Jadi, wajib bagi setiap muslim untuk menjaga shalat subuh secara berjama’ah dan merasa khawatir tertinggal darinya. Demikian juga para imam masjid wajib menasehati orang –orang yang tertinggal dan mempingatkan mereka terhadap kemarahan dan siksa Allah.
Faddhilatusy-Syaik Bin Baz berkata: ”Seorang muslim tidak boleh selalu begadang malam, yang akan berakibat menyia-nyiakan shalat fajar berjama’ah atau pada waktunya, walaupun begadang itu untuk membaca Al-Qur’an, atau menuntut ilmu.”
Ketiga: Sebagian ahli Ilmu berkata: “Sesungguhnya Beliau melarang berbicara setelah shalat ‘isya’ maka dia dilarang mengobrol suatu pembicaraan yang ditakutkan dalam pembicaraanya itu ada sesuatu yang mengotori jiwanya dengan dosa setelah suci, supaya dia tidur dengan kesucian.”
Sufyan bin ‘Uyaina berkata: “ Saya berbincang-bincang setelah ‘isya’ yang akhir, maka saya berkata :” Tidak pantas bagiku tidur di atas keadaan ini, lalu saya berdiri, maka saya berwudlu, kemudian saya shalat dua raka’at dan meminta ampun. Saya berkata seperti ini tidak menggap diriku suci, tetapi supaya sebagian dari kalian mengamalkannya.”
Al-qashim bin Ayyub berkata : “Sa’id bin ubair sedang shalat empat raka’at setelah ‘isya’ yang akhir. Kemudian saya mengajak bicara dengannya di dalam rumahnya. Sementara dia tidak menggapai pembicaraan saya tersebut”.
Dari Khaitsamah bin Abu Ayyub berkata: “ Mereka lebih menyukai seseorang itu tidur jika telah melakukan Witir.”
Maka berbicara setelah shalat ‘isya’ itu dibenci, jika bukan untuk perkara yang dituntut. Sedangkan hikmah darinya;
Pertama: Agar tidak menjadi sebab meninggalkan shalat malam.
Ibnu Khuzaimah berkata :”Menurut pendapatku, bahwa sesungguhnya beliau -shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak menyukai obrolan / begadang karena akan melemahkan semangat melakukan shalat malam. Sebab jika di awal malam itu sibuk mengobrol, maka tidurnya akan memeratkan baginya untuk bangun diakhir malam. Dan akhirnya dia tidak dapat bangun. Jika dia bangun, maka tudak memiliki semsngat untuk menegakan shalat malam.”
Kedua: takut terlelep obrolan, kemudian terlelap dalam tidur. Sehingga terlewatkan waktu subuh atau tidak mendapatkan jama’ah di masjid. Kedua hal itu merupakan suatu bahaya yang besar. Karena perbuatan itu bagian dari perangaianya kaum munafik. Jadi, wajib bagi setiap muslim untuk menjaga shalat subuh secara berjama’ah dan merasa khawatir tertinggal darinya. Demikian juga para imam masjid wajib menasehati orang –orang yang tertinggal dan mempingatkan mereka terhadap kemarahan dan siksa Allah.
Faddhilatusy-Syaik Bin Baz berkata: ”Seorang muslim tidak boleh selalu begadang malam, yang akan berakibat menyia-nyiakan shalat fajar berjama’ah atau pada waktunya, walaupun begadang itu untuk membaca Al-Qur’an, atau menuntut ilmu.”
Ketiga: Sebagian ahli Ilmu berkata: “Sesungguhnya Beliau melarang berbicara setelah shalat ‘isya’ maka dia dilarang mengobrol suatu pembicaraan yang ditakutkan dalam pembicaraanya itu ada sesuatu yang mengotori jiwanya dengan dosa setelah suci, supaya dia tidur dengan kesucian.”
Sufyan bin ‘Uyaina berkata: “ Saya berbincang-bincang setelah ‘isya’ yang akhir, maka saya berkata :” Tidak pantas bagiku tidur di atas keadaan ini, lalu saya berdiri, maka saya berwudlu, kemudian saya shalat dua raka’at dan meminta ampun. Saya berkata seperti ini tidak menggap diriku suci, tetapi supaya sebagian dari kalian mengamalkannya.”
Al-qashim bin Ayyub berkata : “Sa’id bin ubair sedang shalat empat raka’at setelah ‘isya’ yang akhir. Kemudian saya mengajak bicara dengannya di dalam rumahnya. Sementara dia tidak menggapai pembicaraan saya tersebut”.
Dari Khaitsamah bin Abu Ayyub berkata: “ Mereka lebih menyukai seseorang itu tidur jika telah melakukan Witir.”
Jamiasih X-5 23 Januari jam 11:28